Pages

Selasa, 17 April 2012

Barzanji,Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam



kitab maulid
kitab maulid
Fenomena perayaan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah menjadi ritual yang sudah melekat pada sebagian –atau mungkin bahkan sebagian besar- kaum muslimin khususnya di Indonesia. Polemik bagaimana hukum perayaan maulid yang semakin terkesan sebagai hari raya kaum muslimin tambahan selain dua ‘Ied ini telah sering muncul ke permukaan. Namun jika kita berfikir dengan pikiran yang jernih tanpa fanatik kepada golongan manapun, niscaya kita akan mendapati persetujuan kita sendiri bahwa memang benar bahwa perayaan ini tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang muslim. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang kita pegang dalam masalah ini, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak (Riwayat Muslim).
Rasulullah yang mulia shallallahu’alaihi wa sallam juga pernah bersabda,
”Maka wajib atas kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rhosyidin al-Mahdiyyin (Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Maka dari sinilah muncul suatu kaidah yang agung, sebagaimana juga yang dikatakan Ibnu Katsir rahimahullah, “Lau kaana khoiron lasa baquuna ilaihi” yang artinya “Seandainya suatu perbuatan itu baik, niscaya para pendahulu kita (Shahabat, tabi’in, atau tabi’ut tabiin) telah melakukannya”. Dan kita tahu semua bahwa perayaan ini tidak pernah kita dapati terdapat dalam hadist Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ataupun atsar dari para shahabat radliyallahu’anhum sekalipun. Maka dengan penjelasan sederhana diatas seharusnya bisa menjadi renungan bagi kita semua atas amal-amal yang telah kita lakukan termasuk amal kita merayakan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, apakah telah ada contoh dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabatnya?.
Adapun kali ini kita tidak akan membahas panjang masalah hukum maulid ini, tetapi mari kita menelaah salah satu kitab yang sering dibacakan dalam perayaan maulid Nabi ini yaitu kitab Barzanji yang ternyata berisi berbagai penyelewengan agama yang mana sebagian besar kaum muslimin yang mengamalkannya masih memiliki pemahaman makna atau terjemah atas syair-syair tersebut yang dangkal. Artikel ini kami ambil dari pembahasan majalah as-Sunnah edisi 12 th XII Rabiul awwal 1439/Maret 2009. Semoga Bermanfaat.
“Ya Allah jauhkanlah aku dan kaum muslimin di Indonesia dari kesyirikan kepada-Mu baik yang nampak atau tidak, dan lindungilah kami dari amalan yang tertolak yang tidak ada syariatnya dari Mu dan dari Rasul-Mu shallahu’alaihi wa sallam.”

Barzanji,Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi shallallahu’alayhi wa sallam

Oleh. Ust. Zainal Abidin, Lc
Seputar Kitab Barzanji
Secara umum peringatan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan sholawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung Qasidah Burdah.Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang diawali dengan dengan membaca kitab Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasidah Burdah. Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak diantara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran. Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji. Berikut uraiannya:
Secara umum kandungan kitab Barzanji terbagi menjadi tiga:
  1. Cerita tentang perjalanan hidup Nabi  shallallahu’alaihi wa sallam dengan sastra bahasa yang tinggi yang terkadang tercemar dengan riwayat-riwayat lemah.
  2. Syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dengan bahasa yang sangat indah, namun telah tercemar dengan muatan dan sikap ghuluw (berlebihan)
  3. Sholawat kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, tetapi telah bercampur aduk dengan sholawat bid’ah dan sholawat-sholawat yang tidak berasal dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Penulis Kitab Barzanji
Kitab Barzanji ditulis oleh Ja’far al-Barzanji al-Madani, dia adalah khatib di Masjidil Haram dan seorang mufti dari kalangan Syafi’iyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177H/1763 M dan diatara karyanya adalah Kisah Maulid Nabi Shalallahu’alahi wa sallam (Al-Munjid fii al A’laam, 125)
Sebagai seorang penganut paham tasawwuf yang bermahzab Syiah tentu Ja’far al-Barjanzi sangat mengkultuskan keluarga, keturunan dan Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam. Ini dibuktikan dalam do’anya “Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahra di bumi Nu’man”. (Majmuatul Mawalid, hal. 132)
Kesalahan Umum Kitab Barzanji
Kesalahan kitab Barzanji tidak separah yang ada pada kitab Daiba’ dan Qasidah Burdah. Namun, penyimpangannya menjadi parah ketika kitab Barzanji dijadikan sebagai bacaan seperti al-Quran. Bahkan, dianggap lebih mulia daripada al-Quran. Padahal, tidak ada nash syar’i yang memberi jaminan pahala bagi orang yang membaca Barzanji, Daiba’ atau Qasidah Burdah. Sementara, membaca al-Quran yang jelas pahalanya, kurang diperhatikan. Bahkan, sebagian mereka lebih sering membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Quran apalagi pada saat perayaan maulid Nabi. Padahal Nabi Shallallahu’alahi wa sallam bersabda : “Barangsiapa membaca 1 huruf dari al-Quran maka dia akan mendapatkan 1 kebaikan yang kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf. Tetapi, Alif 1 huruf, Laam 1 huruf, Miim 1 huruf .” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahihul jam’i hadist ke 6468)
Kesalahan Khusus Kitab Barzanji
Adapun kesalahan yang paling fatal dalam kitab Barzanji antara lain :
Pertama : Penulis kitab Barzanji menyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam termasuk ahlul iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah.
وَقَدْ أَسْبَحَاوَاللهِ مِنْ أَهْلِ اْلإِ يْمَانِ
وَجَاءَلِهَذَا فِي اْلحَدِيْثِ شَوَا هِدُ
وَمَالَ إِلَيْهِ الْجَمُّ مِنْ أَهْلِ الْعِرْفَانِ
فَسَلَّمْ فَإِنََّ اللهَ جَلَّ جَلاَلُهُ
وَإِنَّ اْلإِمَامَ اْلأَ شْعَرِيَ لَمُثْبِتُ
نَجَاتَهُمَانَصَّابِمُحْكَمِ تِبْيَانِ
“Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi Allah Ta’ala termasuk ahli iman
Dan telah datang dalil dari hadist sebagai bukti-buktinya.
Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat ini
Maka ucapkanlah salam, karena sesungguhnya Allah Maha Agung.
Dan sesugguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al-Quran).” (Lihat Majmuatul Mawalid Barzanji, hal 101)
Jelas, yang demikian itu bertentangan dengan hadist dari Anas radliyallahu’ahu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya “Wahai Rasulullah, dimanakah ayahku (setelah mati)?” Beliau Shalallahu’alahisasalam bersabda “Dia berada di neraka.” Ketika orang itu pergi, beliau memanggilnya dan bersabda : “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka”. (HR. Muslim dalam shahihnya (348) dan Abu Daud dalam sunannya (4718))
Imam Nawawi berkata : “Makna hadits ini adalah bahwa, barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di Neraka dan kedekatan kerabat tidak berguna baginya. Begitu juga orang Arab penyembah berhala yang mati pada masa fatrah (jahiliyah), maka ia berada di Neraka. Ini tidak menafikan penyimpangan dakwah mereka, kaena sudah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ‘alahissalam dan yang lainnya.” (Lihat Minhaj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi. 3/74)
Semua hadits yang menjelaskan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Shalallahu’alahisasalam dan keduanya beriman dan selamat dari neraka semuanya palsu, diada-adakan secara dusta dan lemah sekali serta tidak ada satupun yang shahih. Para ahli hadits sepakat akan kedhaifannya seperti Daruquthni, al-Jauzaqani, Ibnu Syahin, al-Khatib, Ibnu Asaki, Ibnu Nashr, Ibnul Jauzi, as-Suhaili, al-Qurtubi, ath-Tabhari dan Fathuddin Ibnu Sayyidin Nas. (Aunul Ma’bud, Abu Thayyib (12/324))
Adapun anggapan bahwa Imam al-Asyari berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi beriman, harus dibuktikan kebenarannya. Memang benar, Imam Suyuthi berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu’alahi wa sallam beriman dan selamat dari Neraka, namun hal ini menyelisihi para hafidz dan para ulama peneliti hadist. (Aunul Ma’bud, Abu Thayyib (12/324))
Kedua : Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka meyakini bahwa Rasulullah hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyam (posisi berdiri), hal itu sangat nampak sekali di awal qiyam (berdiri) mambaca :
مَرْحَبًَايَامَرْحَبًَا يَامَرْحَبًَا
مَرْ حَبًَايَاجَدَّ الْحُسَيْنِ مَرْحَبًَا
“Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai kakek Husain selamat datang”
Bukankah ucapan selamat datang hanya bisa diberikan kepada orang yang hadir secara fisik? Meskipun di tengah mereka terjadi perbedaan, apakah yang hadir jasad Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam bersama ruhnya ataukah ruhnya saja. Muhammad Alawi al-Maliki (seorang pembela perayaan Maulid-red) mengingkari dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa yang hadir adalah jasadnya. Menurutnya, yang hadir hanyalah ruhnya.
Padahal Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam telah berada di alam Barzah yang tinggi dan ruhnya dimuliakan Allah Ta’ala di surga, sehingga tidak mungkin kembali ke dunia dan hadir di antara manusia.
Pada bait berikutnya semakin jelas nampak bahwa Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam diyakini hadir, meskipun sebagian mereka meyakini yang hadir adalah ruhnya.
يَانَبِنيْ سَلاَمٌُ عَلَيْكَ
يَارَسُوْل سَلَمٌُ عَلَيْكَ
يَاحَبِبُ سَلاَمٌُ عَلَيْكَ
صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْكَ
“Wahai Nabi salam sejahtera atasmu, wahai Rasul salam sejahtera atasmu.
Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu.”
Para pembela Barzanji seperti penulis “Fikih Tradisional” berkilah, bahwa tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam. Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketiak bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau. Bukankah Nabi Muhammad Shalallahu’alahisasalam adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain? (Lihat Fikh Tradisional, Muhyiddin Abdusshamad (277-278))
Ini adalah qiyas yang sangat rancu dan rusak. Bagaimana mungkin menghormati Rasul Shallallahu’alahi wa sallam disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau Shalallahu’alahisasalam sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat. Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi. Di samping itu, kehadiran Rasul Shalallahu’alahisasalam ke dunia merupakan keyakinan bathil karena termasuk perkara gaib yang tidak bisa ditetapkan kecuali berdasarkan wahyu Allah Ta’ala, dan bukan dengan logika atau qiyas. Bahkan, pengagungan dengan cara tersebut merupakan perkara bid’ah. Pengagungan Nabi Shallallahu’alahi wa sallam terwujud dengan cara menaatinya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan mencintainya.
Melakukan amalan bid’ah, khurafat, dan pelanggaran, bukan merupakan bentuk pengagungan terhadap Nabi Shallallahu’alahi wa sallam. Demikian juga dengan cara perayaan maulid Nabi Shallallahu’alahi wa sallam, perbuatan tersebut termasuk bid’ah yang tercela.
Manusia yang paling besar pengagungannya kepada Nabi Shallallahu’alahi wa sallam adalah para shahabat, sebagaimana perkataan Urwah bin Mas’ud kepada kaum Quraisy : “Wahai kaumku, demi Allah, aku pernah menjadi utusan kepada raja-raja besar, aku menjadi utusan kepada Kaisar, aku pernah menjadi utusan kepada Kisra dan Najasyi, demi Allah aku belum pernah melihat seorang Raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana pengikut Muhammad. Tidaklah Muhammad meludah kemudian mengenai telapak tangan seseorang di antara mereka, melainkan mereka langsung mengusapkannya ke wajah dan kulit mereka. Apabila ia memerintahkan suatu perkara, mereka bersegera melaksanakannya. Apabila beliau berwudhu, mereka saling berebut bekas air wudhunya. Apabila mereka berkata, mereka merendahkan suaranya dan mereka tidak berani memandang langsung kepadanya sebagai wujud pengagungan mereka.” (HR. Bukhari : 3/187, no. 2731, 2732, al-Fath 5/388)
Bentuk pengagungan para shahabat kepada Nabi Shallallahu’alahi wa sallam di atas sangat besar. Namun, mereka tidak pernah mengadakan acara maulid dan kemudian berdiri dengan keyakinan ruh Rasul Shallallahu’alahi wa sallam sedang hadir di tengah mereka. Seandainya perbuatan tersebut disyariatkan, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya.
Jika para pembela maulid tersebut berdalih dengan hadits Nabi Shalallahu’alahisasalam, “Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian” (Shahih HR. Bukhari-Muslim dalam shahihnya), maka alasan ini tidak tepat.
Memang benar Imam Nawawi berpendapat bahwa pada hadits di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan, (Lihat Minhaj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, juz XII, hal. 313). Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam. Bahkan pendapat yang benar, hadits tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasul kepada orang-orang Anshar agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Mu’adz radliyallahu’anhu turun dari keledainya, karena ia sedang terluka parah, bukan menyambut atau menghormatinya, apalagi mengagungkannya secara berlebihan. (Lihat Ikmalil Mu’lim bi Syarah Shahih Muslim, Qadhi ‘Iyadh, 6/105).
Ketiga : Penulis Barzanji mengajak untuk mengkultuskan Nabi Shallallahu’alahi wa sallam secara berlebihan dan menjadikan Nabi sebagai tempat untuk meminta tolong dan bantuan sebagaimana pernyataannya.
فِيكَ قَدْ أَحْسَنْتُ ظَنِّيْ
يَابَشِيْرُ يَانَذِيْرُ
فَأَغِثْنِيْ وَ أَجِن
يَامُجِيْرُمِنَ السَّعِيْرِ
يَاغَيَاثِيْ يَامِلاَذِيْ
فِيْ مُهِمَّاتِ اْلأُمُوْرِ
“Padamu sungguh aku telah berbaik sangka.
Wahai pemberi kabar gembira wahai pemberi peringatan
Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku.
Wahai pelindung dari neraka sa’ir.
Wahai penolongku dan pelindungku.
Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting)”
Sikap berlebihan kepada Nabi Shallallahu’alahi wa sallam, mengangkatnya melebihi derajat kenabian dan menjadikannya sekutu bagi Allah Ta’ala dalam perkara ghaib dengan memohon kepada beliau dan bersumpah dengan nama beliau merupakan sikap yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam, bahkan termasuk perbuatan syirik. Do’a dan tindakan tersebut menyakiti serta menyelisihi petunjuk dan manhaj dakwah beliau Shallallahu’alahi wa sallam, bahkan menyelisihi pokok ajaran Islam yaitu Tauhid. Nabi telah mengkhawatirkan akan terjadinya hal tersebut., sehingga beliau Shallallahu’alahi wa sallam bersabda : “Janganlah kamu berlebihan dalam mengagungkanku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan ketika mengagungkan Ibnu Maryam. AKu hanyalah seorang hamba, maka katakanlah aku adalah hamba dan utusan-Nya”. (HR. Bukhari dalam shahihnya 3445)
Telah dimaklumi, bahwa kaum Nasrani menjadikan Nabi Isa ‘alahissalam sebagai sekutu bagi Allah dalam peribadatan mereka. Mereka berdoa kepada Nabi-nya dan meninggalkan berdoa kepada Allah Ta’ala, padahal ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Ta’ala. Nabi Shallallahu’alahi wa sallam telah memberi peringatan kepada umatnya agar tidak menjadikan kuburan beliau sebagai tempat berkumpul dan berkunjung, sebagaimana dalam sabdanya : “Janganlah kalian jadikan kuburanku tempat berkumpul, bacalah shalawat atasku, sesungguhnya shalawatmu akan sampai kepadaku dimanapun kaum berada”. (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih (2042) dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Ghayatul Maram : 125)
Nabi Shallallahu’alahi wa sallam memberikan peringatan keras kepada umatnya tentang sikap berlebihan dalam menyanjung dan mengagungkan beliau. Bahkan, ketika ada orang yang berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shalallahu’alahisasalam, mereka berkata : “Engkau Sayyid kami dan anak sayyid kami, engakau adalah orang terbaik di antara kami, dan anak dari orang terbaik di antara kami”, maka Nabi Shallallahu’alahi wa sallam bersabda kepada mereka : “Katakanlah dengan perkataanmu atau sebagiannya, dan jangan biarkan syaitan mengelincirkanmu.” (Shahih, disahhihkan oleh al-Albani dalam Ghayatul Maram 127, lihat takhrij beliau di dalamnya).
Termasuk perbuatan yang berlebihan dan melampaui batas terhadap Nabi adalah bersumpah dengan anma beliau, karena adalah bentuk pengagungan yang tidak boleh diberikan kecuali kepada Allah Ta’ala. Nabi Shallallahu’alahi wa sallam bersabda : “Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan nama Allah Ta’ala, jikalau tidak bisa hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari-Muslim dalam shahihnya 2679 dan 1646)
Cukuplah dengan hadist tentang larangan bersikap berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu’alahi wa sallam menjadi dalil yang tidak membutuhkan tambahan dan pengurangan. Bagi setiap orang yang ingin mencari kebenaran, niscaya ia akan menemukannya dalam ayat dan hadist tersebut, dan hanya Allah-lah yang memberi petunjuk.
Keempat : Penulis kitab Barzanji menurunkan beberapa shalawat bid’ah yang mengandung pujian yang sangat berlebihan kepada Nabi Shallallahu’alahi wa sallam.
Para pengagum kitab Barzanji menganggap bahwa membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam merupakan ibadah yang sangat terpuji. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56)
Ayat ini yang mereka jadikan dalil untuk membaca kitab tersebut pada setiap peringatan maulid Nabi Shallallahu’alahi wa sallam. Padahal, ayat di atas merupakan bentuk perintah kepada umat Islam agar mereka membaca shalawat di manapun dan kapanpun tanpa dibatasi saat tertentu seperti pada perayaan maulid Nabi Shallallahu’alahi wa sallam.
Tidak dipungkiri bahwa bershalawat atas Nabi Shallallahu’alahi wa sallam terutama ketika mendengar nama Nabi Shallallahu’alahi wa sallam disebut sangat dianjurkan. Apabila seorang muslim meninggalkan shalawat atas Nabi Shallallahu’alahi wa sallam, ia akan terhalang dari melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat, baik di dunia dan akhirat, karena :
1) Terkena doa Nabi Shallallahu’alahi wa sallam yaitu sabda beliau : “Sungguh celaka bagi seseorang yang disebutkan namaku disisnya, namun ia tidak  bershalawat atasku.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya 2/254, At-Tirmidzi dalam Sunannya 3545 dan dishahihkanoleh al-Albani dal ‘Irwa : 6)
2) Mendapatkan gelar bakhil dari Nabi Shallallahu’alahi wa sallam, beliau bersabda : “Orang bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku disisinya, ia tidak bershalawat atasku”. (Shahih, HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya 3546, Ahmad dalam Musnadnya 1/201, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ‘Irwa : 5)
3) Tidak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Ta’ala, karena meninggalkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Nabi bersabda : “Barangsiapa membaca shalawat atasku skali, maka Allah Ta’ala bershalawat atasku 10 kali”. (HR. Imam Muslim dalam Shahinya 284)
4) Tidak mendapatkan keutamaan shalawat dari Allah Ta’ala dan para malaikat. Allah Ta’ala berfirman : “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya memohonkan ampunan untukmu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang teramg dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”(QS. Al Ahzab 33:34)
Bahkan membaca shalawat menyebabkan hati menjadi lembut, karena membaca shalawat termasuk bagian dari dzikir. Dengan dzikir, hati menjadi tentram dan damai sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dangan mengingat Allah Ta’ala. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.(QS. Ar-Ra’du 13:28). Tetapi dengan syarat membaca shalawat secara benar dan ikhlas karena Allah Ta’ala semata, bukan shalawat yang dikotori oleh bid’ah dan khurafat serta terlalu berlebihan kepada Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam, sehingga bukan mendapat ketentraman di dunia dan pahala di akherat, melainkan sebaliknya, mendapat murka dan siksaan dari Allah Ta’ala. Siksaan tersebut bukan karena mambaca shalawat, namun karena menyelisihi sunnah ketika membacanya. Apalagi, dikhususkan pada malam peringatan maulid Nabi Shallallahu’alahi wa sallam saja, yang jelas-jelas merupakan perayaan bid’ah dan penyimpangan terhadap syariat.
Kelima : Penulis kitab Barzanji juga meyakini tentang Nur Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam, sebagaimana yang terungkap dalam syairnya :
وَمَازَالَ نُوْرُالْمُسْطَفَى مُتَنَقِّلاًَ
مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطَاهِرِأَرْدَانٍِ
“Nur musthafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni”
Bandingkanlah dengan perkataan kaum zindiq dan sufi, seperti al-Hallaj yang berkata : “Nabi Shallallahu’alahi wa sallam memilik cahaya yang kekal abadi dan terdahulu keberadaannya sebelum diciptakan dunia. Semua cabang ilmu dan pengetahuan di ambil dari cahaya tersebut dan para Nabi sebelum Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam menimba ilmu dari cahaya tersebut”.
Demikian juga perkataan Ibnu Arabi Attha’i bahwa semua Nabi sejak Nabi Adam ‘alahissalam hingga Nabi terakhir mengambil ilmu dari cahaya kenabian Muhammad Shallallahu’alahi wa sallam yaitu penutup para Nabi. (Lihat perinciannya dalam kitab Mahabbatur Rasulullah oleh Abdur Rauf Utsman (169-192))
Perlu diketahui bahwa ghuluw itu banyak sekali macamnya. Kesyirikan ibarat laut yang tidak memiliki tepi. Kesyirikan tidak hanya terbatas pada perkataan kaum Nasrani saja, karena umat sebelum mereka juga berbuat kesyirikan dengan menyembah patung, sebagaimana perbuatan kaum jahiliyah. Di antara mereka tidak ada yang mengatakan kepada Tuhan merek seperti perkataan kaum Nasrani kepada Nabi Isa ‘alahissalam, seperti ; dia adalah Allah, anak Allah, atau menyakini prinsip Trinitas mereka. Bahkan mereka adalah kepunyaan Allah Ta’ala dan di bawah kekuasaan-Nya. Namun, mereka menyembah Tuhan-Tuhan mereka dengan keyakinan bahwa Tuhan-Tuhan mereka itu mempu memberi syafaat dan menolong mereka. Demikian uraian sekilas tentang sebagian kesalah kitab Barzanji, semoga bermanfaat.

Disalin dari Majalah AS-SUNNAH Edisi 12 Th. XII Rabiul Awal 1430/Maret 2009 oleh Al-Ustadz Zainal Abidin, Lc

Barzanji, Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Oleh: Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin
SEPUTAR KITAB BARZANJI
Secara umum peringatan maulud Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan shalawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung qasîdah Burdah. Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diawali dengan membaca Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasîdah Burdah. Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak di antara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran. Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji.
Berikut uraiannya :
Secara umum kandungan kitab Barzanji terbagi menjadi tiga :
1). Cerita tentang perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan satra bahasa tinggi yang terkadang tercemar dengan riwayat-riwayat lemah.
2). Syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bahasa yang sangat indah, namun telah tercemar dengan muatan dan sikap ghuluw (berlebihan).
3). Shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi telah bercampur aduk dengan shalawat bid’ah dan shalawat-shalawat yang tidak berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
PENULIS KITAB BARZANJI
Kitab Barzanji ditulis oleh “Ja’far al-Barjanzi al-Madani, dia adalah khathîb di Masjidilharâm dan seorang mufti dari kalangan Syâf’iyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177H/1763 M dan di antara karyanya adalah Kisah Maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1]
Sebagai seorang penganut paham tasawwuf yang bermadzhab Syiah tentu Ja’far al-Barjanzi sangat mengkultuskan keluarga, keturunan dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini dibuktikan dalam doanya “Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahrâ di bumi Nu’mân”.[2]
KESALAHAN UMUM KITAB BARZANJI
Kesalahan kitab Barzanji tidaklah separah kesalahan yang ada pada kitab Daiba` dan Qasîdah Burdah. Namun, penyimpangannya menjadi parah ketika kitab Barzanji dijadikan sebagai bacaan seperti al-Qur’an. Bahkan, dianggap lebih mulia dari pada Al Qur’an. Padahal, tidak ada nash syar’î yang memberi jaminan pahala bagi orang yang membaca Barzanji, Daiba` atau Qasîdah Burdah. Sementara, membaca al-Qur’an yang jelas pahalanya, kurang diperhatikan. Bahkan, sebagian mereka lebih sering membaca Barzanji daripada membaca al-Qur’an apalagi pada saat perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
: مَن قَرَأَ حَرفًا مِن كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاأَقُوْلُ الـمّ حَرْفٌ وَلكِن ْأَلَِفٌ حَرْفٌ وَلاًّمُ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرفٌ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ وَصَحَّحَهُ اْلأَلْباَنِِيْ
Artinya : Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka dia akan mendapatkan satu kebaikan yang kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan Alif Lâm Mîmssatu huruf. Akan tetapi, Alifd satu huruf, lâmd satu huruf mîmd satu huruf.[3]
KESALAHAN KHUSUS KITAB BARZANJI
Adapun kesalahan yang paling fatal dalam kitab Barzanji antara lain:
Kesalahan Pertama
Penulis kitab Barzanji meyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk ahlul Iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah.
وَقَدْ أَصْبَحَا وَاللهِ مِنْ أَهْلِ اْلإِيْمَانِ وَجَاءَ لِهَذَا فِيْ الْحَدِيْثِ شَوَاهِدُ
وَمَالَ إِليْهِ الْجَمُّ مِنْ أَهْلِ الْعِرْفَانِ فَسَلِّمْ فَإِنَّ اللهَ جَلَّ جَلاَلُــهُ
وَإِنَّ اْلإِمَامَ اْلأَشْعَرِيَ لَمُثْبِـتَ نَجَاتَهُمَا نَصًّا بِمُحْكَمِ تِبْــيَانِ
Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi Allah Azza wa Jalla termasuk ahli iman dan telah datang dalîl dari hadîts sebagai bukti-buktinya.
Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat in,i maka ucapkanlah salam karena sesungguhnya Allah Maha Agung.
Dan sesungguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al-Qur’an)
.[4]
Jelas, yang demikian itu bertentangan dengan hadîts dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di manakah ayahku (setelah mati)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia berada di Neraka.” Ketika orang itu pergi, beliau Shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya dan bersabda: “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di Neraka”.[5]
Imam Nawawi rahimahullah berkata: ”Makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di Neraka dan tidak berguna baginya kedekatan kerabat. Begitu juga orang yang mati pada masa fatrah (jahiliyah) dari kalangan orang Arab penyembah berhala, maka ia berada di Neraka. Ini tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim Alaihissalam dan yang lainnya.”[6]
Semua hadits yang menjelaskan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan keduanya beriman serta selamat dari neraka semuanya palsu, diada-adakan secara dusta dan lemah sekali serta tidak ada satupun yang shâhih. Para ahli hadits sepakat akan kedhaifannya seperti Dâruquthni al-Jauzaqani, Ibnu Syahin, al-Khathîb, Ibnu Ashâkir, Ibnu Nashr, Ibnul Jauzi, as-Suhaili, al-Qurthubi, at-Thabari dan Fathuddin Ibnu Sayyidin Nas.[7]
Adapun anggapan bahwa Imam al-Asyari yang berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beriman, harus dibuktikan kebenarannya. Memang benar, Imam as-Suyuthi rahimahullah berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beriman dan selamat dari neraka, namun hal ini menyelisihi para hâfidz dan para ulama peneliti hadîts.[8]
Kesalahan Kedua
Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka menyakini bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyâm (posisi berdiri), hal itu sangat nampak sekali di awal qiyâm (berdiri) membaca:
مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا مَرْحَبًا ياَ جَدَّ الْحُسَيْنِ مَرْحَبًا
Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai kakek Husain selamat datang.
Bukankah ucapan selamat datang hanya bisa diberikan kepada orang yang hadir secara fisik?. Meskipun di tengah mereka terjadi perbedaan, apakah yang hadir jasad nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama ruhnya ataukah ruhnya saja. Muhammad Alawi al-Maliki (seorang pembela perayaan maulid-red) mengingkari dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa yang hadir adalah jasadnya. Menurutnya, yang hadir hanyalah ruhnya.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berada di alam Barzah yang tinggi dan ruhnya dimuliakan Allah Azza wa Jalla di surga, sehingga tidak mungkin kembali ke dunia dan hadir di antara manusia.
Pada bait berikutnya semakin jelas nampak bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diyakini hadir, meskipun sebagian mereka meyakini yang hadir adalah ruhnya.
يَا نَبِيْ سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ
يَا حَبِيْبُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْكَ
Wahai Nabi salam sejahtera atasmu, wahai Rasul salam sejahtera atasmu
Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu.

Para pembela Barzanji seperti penulis “Fikih Tradisionalis” berkilah, bahwa tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukankah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain?[9]
Ini adalah qiyâs yang sangat rancu dan rusak. Bagaimana mungkin menghormati Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat. Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi. Disamping itu, kehadiran Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke dunia merupakan keyakinan batil karena termasuk perkara ghaib yang tidak bisa ditetapkan kecuali berdasarkan wahyu Allah Azza wa Jalla, dan bukan dengan logika atau qiyas. Bahkan, pengagungan dengan cara tersebut merupakan perkara bid’ah. Pengagungan Nabi nterwujud dengan cara menaatinya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, dan mencintainya.
Melakukan amalan bid’ah, khurafat, dan pelanggaran, bukan merupakan bentuk pengagungan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga dengan acara perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan perbuatan tersebut termasuk bid’ah yang tercela.
Manusia yang paling besar pengagungannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para sahabat Radhiyallahu ‘anhum -semoga Allah meridhai mereka- sebagaimana perkataan Urwah bin Mas’ûd kepada kaum Quraisy: “Wahai kaumku….demi Allah, aku pernah menjadi utusan kepada raja-raja besar, aku menjadi utusan kepada kaisar, aku pernah menjadi utusan kepada Kisra dan Najasyi, demi Allah aku belum pernah melihat seorang raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana pengikut Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengagungkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam meludah kemudian mengenai telapak tangan seseorang di antara mereka, melainkan mereka langsung mengusapkannya ke wajah dan kulit mereka. Apabila ia memerintahkan suatu perkara, mereka bersegera melaksanakannya. Apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka saling berebut bekas air wudhunya. Apabila mereka berkata, mereka merendahkan suaranya dan mereka tidak berani memandang langsung kepadanya sebagai wujud pengagungan mereka”.[10]
Bentuk pengagungan para sahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas sangat besar. Namun, mereka tidak pernah mengadakan acara maulid dan kemudian berdiri dengan keyakinan ruh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang hadir di tengah mereka. Seandainya perbuatan tersebut disyariatkan, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya.
Jika para pembela maulîd tersebut berdalih dengan hadîts Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,’Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian [11], maka alasan ini tidak tepat.
Memang benar Imam Nawawi rahimahullah berpendapat bahwa pada hadits di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan[12]. Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan pendapat yang benar, hadits tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang Anshar Radhiyallahu ‘anhum agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu ‘anhu turun dari keledainya, karena dia sedang luka parah, bukan untuk menyambut atau menghormatinya, apalagi mengagungkannya secara berlebihan[13].
Kesalahan Ketiga
Penulis kitab Barzanji mengajak untuk mengkultuskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berlebihan dan menjadikan Nabi sebagai tempat untuk meminta tolong dan bantuan sebagaimana pernyataannya.
فِيْكَ قَدْ أَحْسَنْتُ ظَنِّيْ ياَ بَشِيْرُ ياَ نَذِيـْـُر
فَأَغِثْنِيْ وَأَجِـــن ياَ مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
يَاغَيَاثِيْ يَا مِــلاَذِيْ فِيْ مُهِمَّاتِ اْلأُمُــوْرِ
Padamu sungguh aku telah berbaik sangka. Wahai pemberi kabar gembira wahai pemberi peringatan.
Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku. Wahai pelindung dari neraka Sa’ir
Wahai penolongku dan pelindungku. Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting)

Sikap berlebihan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengangkatnya melebihi derajat kenabian dan menjadikannya sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam perkara ghaib dengan memohon kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersumpah dengan nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sikap yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan termasuk perbuatan syirik. Do’a dan tindakan tersebut menyakiti serta menyelisihi petunjuk dan manhaj dakwah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan menyelisihi pokok ajaran Islam yaitu tauhîd. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan akan terjadinya hal tersebut, sehingga ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit yang membawa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kematian, beliau bersabda: “Janganlah kamu berlebihan dalam mengagungkanku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan ketika mengagungkan Ibnu Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah aku adalah hamba dan utusan-Nya”.[14]
Telah dimaklumi, bahwa kaum Nasrani menjadikan Nabi Isa Alaihissalam sebagai sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam peribadatan mereka. Mereka berdoa kepada Nabi-nya dan meninggalkan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, padahal ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan peringatan kepada umatnya agar tidak menjadikan kuburan beliau sebagai tempat berkumpul dan berkunjung, sebagaimana dalam sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah kamu jadikan kuburanku tempat berkumpul, bacalah salawat atasku, sesunggguhnya salawatmu sampai kepadaku dimanapun kamu berada”.[15]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras kepada umatnya tentang sikap berlebihan dalam menyanjung dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam. Bahkan, ketika ada orang yang berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata: “Engkau Sayyid kami dan anak sayyid kami, engkau orang terbaik di antara kami, dan anak dari orang terbaik di antara kami”, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka: “Katakanlah dengan perkataanmu atau sebagiannya, dan jangan biarkan syaitan menggelincirkanmu”.[16]
Termasuk perbuatan yang berlebihan dan melampui batas terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bersumpah dengan nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sumpah adalah bentuk pengagungan yang tidak boleh diberikan kecuali kepada Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan nama Allah Azza wa Jalla, jikalau tidak bisa hendaklah ia diam”.[17]
Cukuplah dengan hadits tentang larangan bersikap berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi dalil yang tidak membutuhkan tambahan dan pengurangan. Bagi setiap orang yang ingin mencari kebenaran, niscaya ia akan menemukannya dalam ayat dan hadits tersebut, dan hanya Allah-lah yang memberi petunjuk.
Kesalahan Keempat
Penulis kitab Barzanji menurunkan beberapa shalawat bid’ah yang mengandung pujian yang sangat berlebihan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para pengagum kitab Barzanji menganggab bahwa membaca shalawat kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan ibadah yang sangat terpuji. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. [al-Ahzâb/ 33:56]
Ayat ini yang mereka jadikan sebagai dalil untuk membaca kitab tersebut pada setiap peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal, ayat di atas merupakan bentuk perintah kepada umat Islam agar mereka membaca shalawat di manapun dan kapanpun tanpa dibatasi saat tertentu seperti pada perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak dipungkiri bahwa bersalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama ketika mendengar nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut sangat dianjurkan. Apabila seorang muslim meninggalkan salawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia akan terhalang dari melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat, baik di dunia dan akhirat, yaitu:
1). Terkena doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sungguh celaka bagi seseorang yang disebutkan namaku di sisinya, namun ia tidak bersalawat atasku”.[18]
2). Mendapatkan gelar bakhil dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang bakhîl adalah orang yang ketika namaku disebut di sisinya, ia tidak bersalawat atasku”[19].
3). Tidak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Azza wa Jalla, karena meninggalkan membaca salawat dan salam atas Nabi n dan keluarganya. Nabi n bersabda: “Barangsiapa membaca salawat atasku sekali, maka Allah Azza wa Jalla bersalawat atasnya sepuluh kali”.[20]
4). Tidak mendapatkan keutamaan salawat dari Allah Azza wa Jalla dan para Malaikat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:”Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya memohonkan ampunan untukmu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” [Al-Ahzâb/ 33:43]
Bahkan, membaca shalawat menjadi sebab lembutnya hati, karena membaca shalawat termasuk bagian dari dzikir. Dengan dzikir, hati menjadi tenteram dan damai sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah Azza wa Jalla. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Ar-Ra’du/ 13:28). Tetapi dengan syarat membaca shalawat secara benar dan ikhlas karena Allah Azza wa Jalla semata, bukan shalawat yang dikotori oleh bid’ah dan khufarat serta terlalu berlebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga bukan mendapat ketenteraman di dunia dan pahala di akherat, melainkan sebaliknya, mendapat murka dan siksaan dari Allah Azza wa Jalla. Siksaan tersebut bukan karena membaca shalawat, namun karena menyelisihi sunnah ketika membacanya. Apalagi, dikhususkan pada malam peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, yang jelas-jelas merupakan perayaan bid’ah dan penyimpangan terhadap Syariat.
Kesalahan Kelima
Penulis kitab Barzanji juga menyakini tentang Nur Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terungkap dalam syairnya:
وَماَ زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفَى مُتْنَقِلاً مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطاَهِرِ أَرْدَانٍ
Nur Mustafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni.
Bandingkanlah dengan perkataan kaum zindiq dan sufi, seperti al-Hallaj yang berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki cahaya yang kekal abadi dan terdahulu keberadaannya sebelum diciptakan dunia. Semua cabang ilmu dan pengetahuan di ambil dari cahaya tersebut dan para Nabi sebelum Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimba ilmu dari cahaya tersebut.
Demikian juga perkataan Ibnul Arabi Atthâ’i bahwa semua Nabi sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga Nabi terakhir mengambil ilmu dari cahaya kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu penutup para Nabi”.[2]
Perlu kita diketahui bahwa ghuluw itu banyak sekali macamnya. Kesyirikan ibarat laut yang tidak memiliki tepi. Kesyirikan tidak hanya terbatas pada perkataan kaum Nasrani saja, karena umat sebelum mereka juga berbuat kesyirikan dengan menyembah patung, sebagaimana perbuatan kaum jahiliyah. Di antara mereka tidak ada yang mengatakan kepada Tuhan mereka seperti perkataan kaum Nasrani kepada Nabi Isa Alaihissalam , seperti ; dia adalah Allah, anak Allah, atau menyakini prinsip trinitas mereka. Bahkan mereka mengakui bahwa tuhan mereka adalah kepunyaan Allah Azza wa Jalla dan di bawah kekuasaan-Nya. Namun mereka menyembah tuhan-tuhan mereka dengan keyakinan bahwa tuhan-tuhan mereka itu mampu memberi syafaat dan menolong mereka.
Demikian uraian sekilas tentang sebagian kesalahan kitab Barzanji, semoga bermanfaat.[23]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Al-Munjid fî al A’lâm, 125
[2]. Majmûatul Mawâlid, hal. 132.
[3]. HR.Tirmidzi dan dishahîhkan al Albâni di dalam shâhihul jam’i hadits yang ke 6468
[4]. Lihat Majmûatul Mawâlid Barzanji, hal. 101.
[5]. Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (348) dan Abu Daud dalam Sunannya (4718).
[6]. Lihat Minhâj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, 3/ 74.
[7]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324)
[8]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324)
[9]. Lihat Fikih Tradisionalisme, Muhyiddîn Abdusshâmad (277-278)
[10]. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri : 3/187, no : 2731, 2732, al-Fath 5/388.
[11]. Shahih diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3043) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1768)
[12]. Lihat Minhâj Syarah Shahîh Muslim, Imam Nawawi, juz XII, hal. 313.
[13]. Lihat Ikmâlil Mu’lim Bi Syarah Shahîh Muslim, Qadhi Iyadh, 6/ 105.
[14]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3445)
[15]. Shahîh diriwayatkan oleh Abu Dâwud dengan sanad yang shahîh (2042) dan dishahîhkan oleh Syaikh Albâni dalam Ghâyatul Marâm : 125
[16]. Shahîh, dishahîhkan Oleh Albâni dalam Ghâyatul Marâm 127, lihatlah takhrîj beliau di dalamnya.
[17]. Shahîh, diriwayatkan oleh Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (2679) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1646)
[18]. Shahîh, diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (3545), Imam Ahmad dalam Musnadnya 2/254, dan dishahîhkan oleh Albâni dalam irwâ’ : 6
[19]. Shahîh diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (3546), Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/201 dan dishahîhkan Albâni dalam irwâ’ : 5
[20]. Shahîh diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahîhnya (284).
[21]. Majmûatul Mawâlîd(101).
[22]. Lihat perinciannya dalam kitab Mahabbatur Rasûlullâh oleh Abdur Rauf Utsman (169-192).
[23]. Insya Allah, untuk lebih jelasnya akan penulis sampaikan dalam buku ”Ritual Tradisional”. Semoga Allah k memudahkan penulisan buku ini yang memuat 40 bid’ah populer di kalangan kaum tradisional di Indonesia yang meliputi, Shalawâtan, Barzanjian, Daibaan, Yasinan, Tahlilan, Ratiban, Manaqiban, Rajaban, Sya’banan, Selamatan dan bid’ah-bid’ah lain.
sumber : http://syabaabussunnah.wordpress.com

Sabtu, 07 April 2012

tutorial Setting Jaringan Warnet Berbasis Windows XP dan ADSL Modem (pada Speedy)

ASSALAMU'ALAIKUM SOBAT BISMILLAH GRATIS.. Jika sobat ingin belajar gimana cara merakit instalasi warnet,nie saya kasih tutorialnya... semoga bisa membantu sobat semua..
    Kemampuan untuk melakukan Instalasi dan setting untuk sebuah Warung Internet (Warnet) selama ini dianggap hanya dimiliki oleh mereka yang sudah lama berkecimpung didunia IT Administrator. Dengan mematok biaya yang cukup lumayan mereka bersedia membantu kita dalam membangun sebuah Warnet yang hendaknya akan kita gunakan sebagai Unit Produksi. Ketidaktahuan tentang bagaimana sebuah sistem jaringan dapat berjalan lancar adalah alasan utama kita untuk terus menggunakan tenaga mereka. Berangkat dari keadaan tersebut maka saya menuliskan panduan ini. Sengaja dibuat dengan menampilkan langkah demi langkah agar dapat dimengerti dan dipahami bahkan oleh seorang yang sama sekali belum mengenal jaringan.


—– more —–
Pada panduan ini akan dibahas instalasi dan setting untuk sebuah warnet yang memiliki 1 server & 12 client seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

gbr-1.jpg

Persiapan Hardware & Software

Hendaknya sebelum kita melaksanakan instalasi jaringan, terlebih dahulu kita mempersiapkan Hardware & software yang akan tersambung di dalam lingkup jaringan tersebut. Beberapa langkah persiapan yang diperlukan adalah :
1. PC Server, spesifikasi minimal yang disarankan :
a. Hardware :
  • MotherBoard : Kecepatan setara 3.00 Ghz untuk dual Core
  • Ram : 1 Ghz
  • Harddisk : 160 GB
  • NIC / LAN Card : 10/100 Mbps
  • Drive : DVD / CD Writer
  • Spesifikasi lain : Optional
b. Software :
  • Windows XP SP2
  • Bandwith Controller / Manager
  • Billing System, dll
  • Anti Virus
  • Firewall
  • Anti Spyware, Malware, Adware
2. PC Client
a. Hardware :
  • MotherBoard : Kesepatan setara 2.80 Ghz
  • Ram : 512 MB
  • Harddisk : 40 Ghz
  • VGA Card : Optional untuk Game
b. Software :
  • Windows XP SP2
  • Browsing Tools :
1. Internet Explorer
2. Mozilla FireFox (Free)
3. Opera
  • Chatting Tools :
1. Yahoo Messenger (Free)
2. MSN Live Messenger
3. MiRC
4. ICQ
  • Game Online, Example:
1. Warcraft III
2. Ragnarok Online
3. Diablo II, dsb
  • Adobe Reader (Free)
  • WinZip
  • WinRar
  • Anti Virus (AVG Free Recommended)
  • Winamp (Free)
  • ACD See (Optional)
  • Microsoft Office (Optional)
  • Billing System, dsb
Sistem Operasi Window$ memang sangat mahal, untuk itu kita bisa mensiasatinya dengan membeli CPU second Built-up dari luar negeri yang masih bagus. Biasanya selain kualitasnya lebih tinggi dari pada CPU rakitan, CPU Built-up dari luar negeri juga sudah dilengkapi dengan, Sistem Operasi Standar Windows.

3. Hub / Switch / Router
Merupakan alat yang digunakan untuk membagi koneksi internet dari PC server ke PC
Client. Pilihan antara Hub / Switch / Router ditentukan oleh kemampuan koneksi yang
ingin dihasilkan, dan tentu saja di sesuaikan dengan dana yang tersedia. Pada studi
kasus kita kali ini saya akan menggunakan Switch sebagai pembagi koneksi internet.

4. Modem
Modem adalah sebuah device yang digunakan sebagai penghubung dari sebuah PC atau
jaringan ke Penyedia Layanan Internet (Internet Service Provider / ISP). Penggunaan
Modem yang akan di bahas kali ini adalah modem jenis ADSL. Modem jenis ini
biasanya digunakan oleh ISP Telkomspeedy. Untuk jenis modem ADSL itu sendiri bisa
dipilih berdasarkan kebutuhan. Kali ini penulis mengambil contoh ADSL LynkSys AM
300 yang hanya mempunyai 1 (satu) port saja sebagai Dialup Device.

Setting Modem ADSL Eksternal

Berikut adalah langkah yang harus dilakukan untuk memastikan PC Server terhubung ke
internet :

1) Buka Internet Explorer anda dan ketikan alamat berikut : 192.168.1.1 (biasanya adalah
alamat IP default bagi Modem).

2) Setelah muncul jendela login isikan username: admin Password: admin, atau sesuai
dengan user guide yang terdapat pada saat pembelian Modem.

3) Isikan sesuai dengan yang tertera pada gambar berikut, kecuali user name dan password yang masing-masing berbeda sesuai dengan yang didapat dari ISP.

4) Pengisian selanjutnya adalah untuk mengijinkan DHCP Server enable/disable,
sebaiknya dipilih Option Enable agar kita tidak direpotkan dengan urusan menyetel satu
demi satu IP Client. Karena fasilitas ini mempunyai kemampuan untuk mensetting IP
Client secara otomatis.
5) Untuk pengisian Time Zone dilakukan sesuai dengan domisili anda tinggal. Dan untuk
time server settingan yang tertera pada gambar adalah settingan yang saya
rekomendasikan.

6) Jika kita ingin mengganti modem username & password kita dipersilahkan untuk
melalukannya pada option berikut :

7) Status Koneksi kita bisa kita pantau pada tabs status (gambar), sebetulnya alamat IP
kita tertera pada bagian bawah layar. Tidak saya tampilkan dengan alasan keamanan.
8) Setelah semua tersetting dengan baik langkah pengujian yang bisa kita lakukan adalah
dengan membuka Internet Explorer kita, lalu masuk ke salah satu alamat WEB yang
mudah diloading. Contoh : Http://www.google.co.id/ lalu untuk pengetesan kecepatan
bisa dilakukan melalui beberapa situs yang menyediakan layanan pengukuran
Bandwith, contoh: http://www.sijiwae.net/speedtest/ .
Sinkronisasi
Setelah hubungan antara PC server dan koneksi internet dapat berjalan lancar langkah
selanjutnya adalah sinkronisasi. Agar semua komputer dapat tersinkronisasi secara benar, berikut adalah

langkah-langkah yang harus dilakukan :

1) Sinkronisasi Nama Komputer / PC dan Nama Work Group dilakukan dengan cara
sebagai berikut :

a. Menampilkan Task Control System

gbr-5.jpg

b. Pada Tab Computer Name klik Change untuk mengubah nama komputer dan
nama WorkGroup. Nama komputer sebaiknya diurutkan sesuai dengan nomor
Clientnya untuk memudahkan kita mengingat masing-masing nama komputer,
nama masing-masing PC tidak boleh sama. Namun untuk nama Workgroup
harus lah dibuat sama untuk semua Client dan juga Server.

gbr-6.jpg

c. Setelah nama PC kita ganti langkah selanjutnya adalah mengganti Network ID
dengan cara mengeklik Tab Network ID pada task Control System tadi.

i. Pada pertanyaan How Do You Use This Computer pilihlah option This Computer is part of a business network, kemudian Klik Next.

gbr-7.jpg

ii. Pada Option selanjutnya pilihlah Network without a Domain.

gbr-8.jpg

iii. Selanjutnya isikan nama WorkGroup sesuai dengan nama WorkGorup yang kita isikan pada waktu mengganti nama PC pada langkah (b) tadi.

gbr-91.jpg

iv. Selanjutnya Klik Next dan kemudian Finish. Tunggu beberapa saat hingga komputer selesai melakukan pergantian Network ID dan lakukan restrat System Operasi / Reboot.

2) Sinkronisasi Waktu / Jam dilakukan dengan menempuh langkah sebagai berikut:

a. Double klik tampilan jam yang ada pada sudut kiri bawah desktop anda.

b. Pilihlah tabs Internet Time => Update Now

gbr-10.jpg

c. Tunggu beberapa saat hingga terdapat statement berikut : The time has ben
succesfully Synchronized.

d. Jika yang tampil adalah statement error, maka ulangi klik Update Now hingga
berhasil menyamakan waktu PC anda dengan server Windows.

e. Jika Update berhasil, namun jam yang ditampilkan tidak sama, maka kesalahan
mungkin terjadi pada Time Zone untuk wilayah WIB wilayah waktunya adalah
GMT + 07.00 Bangkok, Hanoi, Jakarta sedangkan untuk WITA adalah
GMT+08.00 Perth dan WIT dengan GMT + 09.00 Seoul.

gbr-11.jpg

Internet Connection Sharing (ICS)

Sampai dengan tahap ini PC yang terkoneksi keinternet hanyalan PC server saja. Untuk
memberikan akses bagi PC client agar mempunyai akses ke internet kita perlu mengaktifkan Internet Connection Sharing yang kita miliki pada PC server. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Buka Jendela Network Connection yang terdapat pada Control Panel. Lalu klik kanan
pada Koneksi aktif kita ke internet => pilih Properties.

gbr-12.jpg

2) Pada tabs Advanced aktifkan option Allow other network users to connect through this
computer’s Internet Connection.

3) Setelah Koneksi Internet berhasil di sharing maka akan muncul 2 buah macam koneksi. Sebaiknya ganti nama masing-masing koneksi tersebut agar mudah membedakan antarakoneksi yang terhubung ke Modem dengan Koneksi yang terhubung ke Switch dengan cara me-rename masing-masing koneksi tersebut.

gbr-13.jpg

4) Jika kita buka properties pada koneksi yang terhubung ke Switch, pada tabs support
terdapat alamat IP yang akan menjadi default Gateway bagi PC Client yang akan
terhubung melalui PC Server (192.168.0.1).

gbr-14.jpg

Network Setup

Langkah-langkah yang kita lakukan tadi hanyalah untuk memberikan izin bagi PC Client agar dapat mengakses Internet. Untuk mengaktifkan Izin tersebut dilakukan dengan cara mensetup Network / Jaringan yang kita miliki. Langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut :
1) Buka Network Setup Wizard yang terdapat pada Control Panel. Lalu lakukan langkah
seperti pada gambar. (pastikan Koneksi ke internet dalam keadaan hidup).

gbr-15.jpg
gbr-16.jpg

2) Pada pilihan select a Connection Method pilih yang Connect Directly to the Internet
untuk PC server dan bila melakukan settingan pada PC Client plihlah Option Connect to
the internet through a residental gateway.

gbr-17.jpg

3) Option Berikut meminta kita menentukan koneksi yang mana yang akan kita gunakan
untuk melakukan dial-up ke Internet. Pilihlah koneksi yang tersambung ke Modem.
Pilihan ini tidak ada pada saat kita melakukan setting di PC Client.

gbr-18.jpg

4) Isikan Computer Name sesuai dengan nama yang telah kita berikan tadi, lalu isikan
Computer Description jika anda inginkan (Optional / tidak diisi tidak berpengaruh).

gbr-19.jpg

5) Isi Nama Workgroup sesuai dengan nama yang telah kita tentukan sebelumnya. Perlu
saya ingatkan kembali bahwa nama workgroup sebaiknya sama untuk semua komputer
agar langkah setting lebih mudah.

gbr-20.jpg

6) Pilihlah option Turn On File and Printing Sharing pada task selanjutnya.

gbr-21.jpg

7) Setelah settingan pada jendela log kita anggap benar klik next untuk menjalankan /
Mengaktifkan settingan yang telah kita buat tadi.

gbr-22.jpg




8)

Tunggu beberapa saat hingga komputer selesai menyesuaikan dengan settingan
barunya.

gbr-23.jpg
9) Pilih option just finish wizard, lalu klik Next = > Finish. Biasanya PC akan otomatis
reboot setelah menyelesaikan prosedur tadi.
gbr-24.jpg
gbr-25.jpg

Langkah yang sama kita lakukan pada semua PC Client. Perbedaan cara setting antara PC
Server dan PC Client hanyalah terletak pada point 2 dan point 3.
Setelah menyelesaikan langkah settingan tersebut pada PC Client lakukanlah pengetesan
koneksi dengan cara yang sama dengan PC Server, yaitu mengunjungi alamat situs yang mudah di Loading dan mengetes kecepatan koneksi. Bila koneksi yang ada dirasa terlalu lambat silahkan lakukan pengecekan pada settingan Network tadi apakah ada Option yang salah atau tidak, dan juga lakukan pengecekan pada koneksi perkabelan apakah suda terposisikan dengan baik atau belum.
Sampai dengan langkah ini semua PC Client bisa terhubung dengan bebas ke Internet selama PC Server menghidupkan Koneksinya. Untuk membatasi penggunaan pada PC Client adal beberapa pilihan. Yang pertama adalah membuat list user dari Computer Client, user mana yang mempunyai hak untuk mengakses internet yang mana yang tidak diizinkan untuk mengaksesnya. Settingan tersebut biasanya digunakan di perkantoran. Sedangkan untuk warnet, pembatasan akses biasanya dilakukan dengan menginstalkan program billing pada C Server dan PC Client. Untuk produk billing dalam negeri sudah terdapat beberapa pengembang program diantaranya adalah www.billingexplorer.com dan www.indobilling.com untuk keperluan setting billing ini silahkan menghubungi pengembangnya masing-masing.


source http://bismillahgratis.blogspot.com/