MANAQIB - Catatan Ideologis
Headlines News :
Home » , , » MANAQIB

MANAQIB

Written By REVIEW HERBAL DAN KOSMETIK on Rabu, 17 Februari 2010 | 13.16

Pembahasan tentang keajaiban- keajaiban para sufi merupakan uraian yang sangat menarik dalam sejarah sufisme dan aliran-aliran tarekat. Sebagian besar dari keajaiban-keajaiban adalah cerita-cerita yang dibuat secara sadar untuk mengangkat prestise seorang wali tertentu atau tarekat yang dihubungkan dengan namanya. Dalam hal ini para murid adalah yang banyak berperan dalam pembuatan cerita-cerita tersebut atau penganut atau pengagum wai tertentu. Manaqib Syekh abdul Qadir Jailani adalah salah satu contoh yang menceritakan segala kebaikan atau keramatnya. Dia memiliki kesalehan dan rasa cinta sesama yang luar biasa serta kejujuran yang kuat dalam penyampaian khotbah-khotbahnya.

Syekh Abdul Qadir Jailani adalah orang suci Islam yang paling populer dimuliakan. Hal ini disebabkan oleh ajaran tasawufnya yang luhur, prinsip-prinsip kemanusiaan yang dikembangkan sampai tingkat yang paling tinggi tanpa perbedaan bangsa dan agama, kedermawanan yang besar, kebaikan dalam segala perbuatan serta kelembutan jiwanya. Hal-hal tersebut juga menyebabkan ditulisnya kitab manaqibnya.
Kitab manaqib memiliki banyak versi, seperti yang dikatakan oleh Martin Van Bruinessen:
“Karisma Syekh Abdul Qadir Jailani, terutama dikalangan rakyat awan, luar biasa dan riwayatnya tentang kehebatannya, kesalehannya, dan keajaibannya yang dilakukan tersebar luas cepat. Legenda-legenda tentang Syekh Abdul Qadir yang diceritakan dalam kisah-kisah hidupnya menjadi semakin luar biasa. Kisah hidup pertama dalam kitab Bahjah Al-Asrar karangan Ali Ibn Yusuf Al-Syattanaufi (wafat 713 H./1314 M. yaitu setsngah baad setelah Abdul Qadir) sudah mengandung banyak cerita keajaiban yang luar biasa. Penulis berikutnya Al-Dzahabi (wafat 1348 M.)

dalam Tarikh Al-Islamnya,masih banyak meragukan banyak cerita yang sangat berlebihan, tetapi tidak lama kemudian ‘Afifudin Al-Yafi’I (wafat 1367 M.) mengarang kitab manaqib yang memantapkan nama Abdul Qadir sebagai ahli keajaiban yang terbesar: Khulashah al-Mafakhir fi ikhtisahar Manaqib Mnaqib al-Syekh Abdul Qadir. Kitab ini merupakan dasar beberapa versi manaqib yang beredar di Indonesia. Setelah Yafi’I, beberapa ulama mengarang kitab manaqib yang lebih ekstrim lagi, dan yang paling penting diantaranya kitab Lujjain Al-Dani oleh Ja’far bin Hasan al-Barzanji (wafat 1766 M.), pengrang yang di Indonesia sangat terkenal dengan kitab Maulidnya. Di Indonesia terdapat setidaknya tujuh edisi teks ini (dengan terjemahan dan komentar dalam bahasa jawa, sunda dan Indonesia) yang berbeda.

Kitab Manaqib yang dibaca masyarakat Islam Indonesia antara lain, ialah kitab manaqib Taj al-Auliya wa burhan al-Asfiya yang disusun oleh Abdu Al Qadir ibn Muhy Al-Din Al-Arbali. Kitab tersebut dinamakan juga dengan Tafrih al-Khatir. Pengarang menukil dari sebuah risalah manaqib berbahasa Persia yang dikarang oleh Syekh Muhammad Sadiq al-Qadari al-Syahabi al-Sa’di.

Kitab afrih al-Khatir berisi tujuh puluh manaqib (bentuk tunggal dari manaqib) yang dimulai dari pembahasan tentang kedudukan Syekh Abdul Qadir Jailani di bawah Rasulullah SAW, dan dan diakhiri dengan pembahasan tentang anak-anaknya. Dalam mukadimah kitab, penyusun mengatakan:

“(Ketahuilah ) wahai saudaraku, bahwa setiap kata yang engkau dengar baik berupa pujian ataupun pujaan dan engkau mengetahui bahwa padanya tidak ada sesuatu kekurangan bagi sifat Tuhan, maka engkau wajib membenarkannya meskipun tidak engkau ketahui siapa yang mengatakannya. Demikian dengan kebenaran para nabi, apabila tidak ada kekurangan bagi derajat kenabian di dalamnya dan kebenaran para wali apabila tidak ada sedikitpun padanya dari sifat-sifat Tuhan dan kenabian, maka hal itu mesti diterima dan tidak boleh diingkari. Mengingkari keramat-keramat para wali dapat mengarah kepada pengingkaran mukjizat para Nabi, karena setiap wali berada dibawah derajat Nabi.

Barang siapa yang percaya kepada mukjizat Nabi as, maka berarti ia telah percaya kepada keramat para wali ra. Dan mengingkarinya akan mendatangkan kemurkaan dan kehinaan. Hal ini seperti yang dikatakan dalam hadist qudsi, “Siapa yang menyakiti waliku, maka aku nyatakan perang kepadanya.” Kita berlindung dari kejahata ddiri dan setan. (demikian ) halnya apabila engkau mendengar kata-kata dari ahli syariat pembawa petunjuk, maka dari pada tersesat lebih baik tawakuf (berdiam diri) dan mohonlah kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar dia mengajarkan kepadamu sesuatu yang beluym engkau ketahui.

Kitab manaqib yang lain, yaitu Tijan al-jawarih fi Manaqib al-Sayyid “Abd al-Qadir karya al-Haj Muhammad Juwaini ibn al-Haj ‘Abd al-Rahman yang beralamat di parakan Sukabumi. Kitab ini diterbitkan oleh Sirkah ‘Ali Rida, Jakarta.Pada halaman muka ditulis silsilah Syekh Abdul Qodir Jailani dari pihak ibu dan bapak. Pembahasan terdiri dari lima puluh tiga manqabah dengan menggunakan bahasa sunda berhuruf arab melayu.pada akhir kitab ditulis zikir do’a untuk Syekh Abdul Qodir Jailani.

Selain kedua kitab manaqib tersebut diatas, yaitu kitab manaqib Quth al-Rabbaniyy wa al-Haikal al-Nurani Aayyidi al-syekh abd al-Qodir al-Jailani yang menggunakan bahasa Indonesia dan ditulis dengan arab melayu.kitab ini diterbitkan oleh penerbit al-maktabah al-Tahiriyah,Jakarta.nama penulis kitab ini tidak tercantumkan dengan jelas.

Pembahasan dibuat secara umum tanpa bab atau judul manaqabah seperti yang ada dalam kitab manaqib terdahulu/sebagian dari isi cerita yang ditulis dalam kitab tersebut ialah:
“Bermula setengah dari pada perkabaran tuan Syekh Abdul Qodir Jailani yaitu barang yang dikabarkan oleh ibunya dengan katanya adalah hal ikhwal anakku, Abdul Qodir ketika kecilnya tiada sekali-kali ia minum susuku pada siang hari waktu gelap bulan, yakni akhir bulan Sya’ban. Dan jika sekalian manusia hendak berpuasa Ramadhan, maka datanglah mereka itu kepadaku menenyakan hal ikhwal anakku itu. Apabila aku jawab kepada mereka itu, bahwa anak itu tiada sekali-kali hendak minum susuku pada siang hari ,maka nyatalah yang hari itu dari pada bulan Ramadhan.

Pembacaan kitab manaqib biasanya dilakukan ketika lepas dari musibah atau ketika tercapainya sesuatu maksud. Selain itu ada juga melakukan pembacaan manaqib pada acara pernikahan, khitanan dan selamatan. Pada sebagian masyarakat islam, tradisi ini masih berjalan, pada sebagian lain sudah hilang.bahkan ada sebagian masyarakat Islam yang merasa asing dengan tradisi manaqiban ini.namun hal ini tidak perlu diperdebatkan.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Our Topics

Translate Blog

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Ideologis - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya